Saturday, April 23, 2016

Inilah Kreasi Ampas Kopi Karya Pemuda Bandung yang Mendunia

Inilah Kreasi Ampas Kopi Karya Pemuda Bandung yang Mendunia 
Ampas kopi yang berada di dasar gelas biasanya kita tinggalkan begitu saja setelah meneguk habis kopi yang kita minum.
Hal tersebut tak berlaku bagi seorang Ghidaq Al-Nizar, seniman ampas kopi yang memberi nama hasil karyanya dengan tagar #zerowastecoffee.
Mengapa #zerowastecoffee?

#zerowastecoffee berarti kopi tanpa sisa. Hal tersebut dikarenakan ia menggunakan ampas kopi yang tersisa dari kopi yang ia minum.
Uniknya lagi media yang ia gunakan untuk berkarya bukan di kanvas melainkan peralatan di sekeliling kita sehari-hari yang berkaitan dengan kopi seperti gelas, piring, dan satu lagi yaitu daun yang telah kering.
Semua hasil karya uniknya tersebut ia kumpulkan dengan rapi di album foto online instagram.
Berkat karya uniknya tersebut ia pun mendapatkan banyak tawaran wawancara dari media internasional seperti My Modern Met, 9Gag, Metro Russia St. Petersburg, Websta_Me, media-media dari Ukraina hingga agen foto seperti Rex Features menawarinya bekerja sama.
"Mereka tertarik terhadap daun-daun lukisan kopi saya," ungkapnya.
Tak hanya berkarya ternyata pemuda asal Bandung ini juga turut serta menyalurkan kepeduliannya dengan fauna harimau sumatera pada Global Tiger Day yang jatuh pada tanggal 29 Juli 2015 lalu.
Ada tiga buah karya yang ia buat.
Pada karya pertamanya yang berjudul “Paws with No Claws” (Lengan Tanpa Cakar), Ghidaq menjelaskan, “Karya ini saya interpretasikan dari keadaan harimau yang "tidak memiliki cakar" untuk melindungi diri, karena secara implisit cakarnya telah dimiliki oleh manusia yang memburu, memperdagangkan serta merusak habitat harimau.”


Kini jumlah harimau Sumatra diperkirakan hanya sekitar 400 ekor. Perusakan habitatnya yakni hutan dan perburuan menjadi ancaman utama dari kelestarian harimau Sumatra. Berdasarkan penelitian oleh Margono dkk (2014), di tahun 2000-2012 ada total 2,8 juta luasan hutan yang rusak atau setara dengan luas 900 kali lapangan bola hilang setiap harinya.
Keadaan hutan yang kritis ini dituangkan oleh Ghidaq melalui karya keduanya yang berjudul “No Place to Go” (Tidak Ada Tempat untuk Dituju).
“Harimau semakin terdesak. Rumahnya telah dirusak oleh manusia, padahal hutan tidak hanya penting bagi habitat harimau, tetapi juga penting bagi kita. Ketika kita menyelamatkan hutan, hutan juga memberikan kehidupan bagi kita melalui pasokan air dan melindungi tanah dari erosi,” ujar Ghidaq.

Ketiga yaitu berjudul Tigris the Last Tiger
Ghidaq memberikan sentuhan unik yaitu sidik jarinya. “Saya memberikan cap sidik jari pada loreng harimau karena loreng harimau itu identik, sama seperti sidik jari manusia. Cap sidik jari saya ini juga merupakan lambang dari keselerasan yang dapat kita bagikan kepada dunia dengan menjaga hutan demi kelestarian harimau.”

Dengan bersemangat Ghidaq menjelaskan alasannya untuk bergabung dalam kampanye ini.
“Saya kira keikutsertaan saya dalam kampanye ini adalah bukti nyata bahwa selalu ada hal yang mampu kita lakukan untuk kebaikan, meskipun kecil. Saya ingin mengajak generasi muda untuk menjaga hutan yang menjadi habitat harimau. Melindungi hutan tidak hanya berfungsi untuk melindungi harimau, tetapi juga melindungi manusia dari bencana alam seperti banjir, kekeringan dan tanah longsor,”ujar seniman yang berlatar belakang Sastra Inggris dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Ghidaq memiliki penafsiran tersendiri perihal kopi. Menurutnya kopi adalah sebuah perayaan.
"Saya percaya setiap orang merayakan diri mereka dengan cara yang tidak sama. Saya merayakan diri saya dengan dan melalui kopi," tutupnya.
 

No comments: